Omongan Orang

Mohammad Inop
2 min readNov 4, 2023

--

Dulu sewaktu pilpres 2014, aku bakal marah kalo capres pilihanku dijelek-jelekin orang, entah itu secara langsung ataupun lewat medsos. Kalo kupikir-pikir lagi sekarang, ternyata aneh juga. Untuk apa aku marah atas omongan orang lain yang ditujukan kepada orang lain?

Lalu, sempat ada fase di mana aku juga bakal marah kalo ada orang yang ngata-ngatain Real Madrid. Rasanya akan kesal sekali kalo klub kesayanganku dihina oleh orang lain. Ini juga aneh sih setelah kupikir-pikir lagi di masa sekarang. Untuk apa aku marah? Padahal omongan mereka gak mengubah fakta bahwa Madrid yang mereka ejek ya tetap aja Madrid yang aku sayangi. UCL-nya paling banyak se-Eropa, trofi liganya paling banyak se-Spanyol. Yaa, sayangnya emang belum pernah treble sih. Tapi kan pernah threepeat UCL. Hehe.

Photo by Etactics Inc on Unsplash

Pada akhirnya aku sadar. Buat apa aku harus kesal dan sakit hati karena omongan orang lain. Padahal kan omongan orang lain itu adalah sesuatu yang gak bisa aku kontrol. Yang bisa aku kontrol adalah responku terhadap omongan tersebut, apakah aku akan sakit hati atau bodo amat. Kalo pilihannya cuma antara 2 ini, ya, mendingan aku milih buat bodo amat, demi mental dan isi kepala yang lebih sehat. Jadi, lebih baik aku berfokus pada hal-hal yang bisa aku kontrol. Faktor eksternal yang gak bisa aku kontrol? Cuekin aja.

Kalopun mau dengerin omongan orang, aku harus mengutip kata-katanya seorang Soleh Solihun, "Orang yang harus kita dengerin omongannya cuma ada 2 jenis, kalau bukan keluarga, ya orang yang ngasih kita duit."

--

--

Mohammad Inop
Mohammad Inop

Written by Mohammad Inop

Manusia primitif yang seharusnya dilahirkan pada zaman Pithecanthropus Erectus. Memiliki nama lengkap Mohammad Nofrizan. Tapi biasanya dipanggil Inop.